Anda pasti sudah pernah dengar mengenai uranium. Ini adalah salah satu elemen terbesar yang pernah ditemukan di planet ini. Uranium menjadi salah satu elemen yang sangat penting untuk pembuatan nuklir. Karena itu, tidak mengherankan jika kemudian harga uranium sangat mahal, bahkan bisa menembus angka miliaran rupiah.
Seperti diuraikan di atas, uranium merupakan salah satu elemen terbesar yang pernah ditemukan di Bumi. Uranium lebih melimpah dan luas ketimbang yang diperkirakan orang. Bahkan, unsur kimia tersebut kabarnya bisa ditemukan pada batu, tanah, dan air, dengan kandungan yang justru lebih banyak daripada perak. Di alam bebas, hampir seluruh uranium merupakan isotop uranium-238 (99,27 persen).
Apa Itu Uranium?
Dilansir dari berbagai sumber, uranium ditemukan oleh ahli kimia asal Jerman bernama Heinrich Klaproth Martin pada tahun 1789 silam, dari mineral yang disebut bijih-bijih uranium. Kemudian, ia menamai temuan tersebut โUranit’. Akan tetapi, setelah satu tahun, Klaproth mengubahnya menjadi uranium. Pada akhir abad kedelapan belas, ilmuwan telah membuat banyak senyawa logam ini.
Dalam tabel periodik kimia, uranium memiliki lambang U dan nomor atom 92. Ia merupakan logam putih keperakan yang termasuk dalam deret aktinida tabel periodik unsur. Uranium memiliki 92 proton dan 92 elektron, dengan elektron valansi 6. Inti uranium mengikat sebanyak 141 sampai dengan 146 neutron, sehingga terdapat 6 isotop uranium. Isotop yang paling umum adalah uranium-238 (146 neutron) dan uranium-235 (143 neutron). Semua isotop uranium tidak stabil dan bersifat radioaktif lemah.
Di antara semua unsur kimia yang dapat ditemukan secara alami, uranium memiliki bobot atom terberat kedua (setelah plutonium). Massa jenis uranium kira-kira 70 persen lebih besar daripada timbal, tetapi tidaklah sepadat emas ataupun tungsten. Uranium dapat ditemukan secara alami dalam konsentrasi rendah (beberapa bagian per juta (ppm)) dalam tanah, bebatuan, dan air.
Uranium murni adalah logam berwarna perak-putih yang lebih keras daripada elemen lainnya. Unsur kimia yang menjadi bahan dasar untuk teknologi nuklir ini sangat padat, kira-kira 70 persen lebih padat dari unsur kimia lain. Meski kepadatannya masih kalah jika dibandingkan dengan emas atau tungsten (logam berat berwarna kelabu kehitam-hitaman), namun uranium bisa dimanfaatkan sebagai penyeimbang dalam pesawat terbang. Dahulu, sebelum ditemukan bahwa uranium merupakan radioaktif, elemen ini banyak digunakan untuk mewarnai kaca, tembikar, dan glasir (lapisan keras pada porselen atau keramik).
Jenis yang dapat dijumpai secara alami adalah uranium-238 (99,2739 โ 99,2752 persen), uranium 235 (0,7198 โ 0,7202 persen), dan sekelumit uranium-234 (0,0050 โ 0,0059 persen). Uranium meluruh secara lambat dengan memancarkan partikel alfa. Umur paruh uranium-238 adalah sekitar 4,47 miliar tahun, sedangkan untuk uranium-235 adalah 704 juta tahun. Karena itu, uranium dapat digunakan untuk penentuan umur Bumi.
Ada empat bagian uranium di setiap satu juta bagian dari kerak Bumi. Senyawa-senyawa uranium juga ditemukan di bebatuan. Bijih uranium adalah salah satu bijih penemuan penting untuk umat manusia. Uranium dalam jumlah besar banyak ditemukan di Inggris, India, dan Afrika. Selain jamak digunakan untuk bahan nuklir, uranium juga digunakan untuk menyerap sinar-X dan sinar gamma. Oksida ini digunakan sebagai katalis dalam beberapa reaksi kimia.
Terdapat sejumlah manfaat uranium. Uranium adalah unsur terpenting dalam bahan bakar nuklir untuk PLTN dalam menghasilkan panas. Banyaknya bahan bakar nuklir yang dibutuhkan PLTN akan memengaruhi jumlah penyediaan bijih uranium. Untuk menjaga keberlangsungan operasi PLTN, sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan uranium.[1]
Cadangan Uranium Indonesia
Untuk cadangan uranium di Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan 70 ribu ton uranium dan 117 ribu ton thorium yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di masa depan. Sebagian besar cadangan uranium berada di Kalimantan Barat, sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung, dan Sulawesi Barat. Sementara, thorium kebanyakan berada di Babel dan sebagian di Kalimantan Barat.
Cadangan 70.000 ton uranium di Tanah Air bisa menjadi sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun, potensi tersebut tidak boleh dieksploitasi atau digunakan. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, cadangan uranium itu tidak boleh dieksploitasi. Kalaupun ada eksploitasi, tanah jarang (rare earth) uraniumnya diambil dan disimpan. Hanya mineral tanah jarangnya saja diambil.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) telah melakukan penelitian atas kandungan uranium di Kabupaten Mamuju, tepatnya di Desa Takandeang, Kecamatan Tapalang dan juga di desa Belang Belang, Kecamatan Kalukku. Berdasarkan hasil penelitian tambang di Mamuju, potensi uranium yang ditemukan dianggap tidak berbahaya. Sifat uranium itu hanya sebagai bahan baku untuk membangkitkan tenaga nuklir.
Potensi paling tinggi di Mamuju disebut-sebut ditemukan di wilayah bukit Desa Takandeang, Kecamatan Tapalang, sekitar 40 kilometer dari Kota Mamuju. Tinggi radioaktivitas di desa tersebut berkisar antara 2.000-3.000 nsw per jam. Namun, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kondisi tersebut, karena ada beberapa pendekatan yang akan dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah sebagai solusi yang harus ditindaklanjuti.
Harga Uranium
Dengan potensi yang tinggi, dan bisa berbahaya, tidak mengherankan jika kemudian uranium memiliki harga yang sangat mahal. Meski tidak dapat ditaksir dengan pasti, tergantung ukuran atau kapasitas uranium, harga elemen ini bisa menyentuh angka miliaran rupiah. Pada tahun 2016 lalu misalnya, sekitar 1,6 kg bahan nuklir uranium -238 dan uranium -235 isotop yang diselundupkan di Georgia ditaksir dengan harga 3 juta dolar AS atau setara Rp43,5 miliar (kala itu kurs 1 dolar AS sekitar Rp14.500).
Sebelumnya, pada tahun 2010 silam, uranium -238 yang diselundupkan berhasil diidentifikasi oleh pihak berwenang Moldova. Kala itu, penyelundup menjual uranium -238 dengan harga sekitar 9 juta euro atau setara dengan Rp148 miliar. Uranium -238 dapat diperkaya menjadi bahan fisi hulu ledak nuklir atau dikonversi menjadi plutonium, yang juga dapat digunakan sebagai bagian rudal nuklir.
Kemudian, pada tahun 2020 kemarin, berdasarkan data Bloomberg, harga logam radioaktif tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 31 persen sehingga menempatkannya sebagai komoditas dengan kinerja paling moncer. Kala itu, uranium di New York Mercantile Exchange diperdagangkan di level 32,5 dolar AS per pon atau setara Rp471 ribuan per pon.
Namun, pada tahun 2021, harga uranium berjangka di New York Mercantile Exchange telah jatuh ke level 28,6 dolar AS per pon atau setara Rp406 ribuan per pon (kurs 1 dolar AS saat itu setara Rp14.200), sekaligus posisi terendah sejak awal April 2020, terseret oleh kekhawatiran kelebihan pasokan. Sementara produksi diperkirakan akan meningkat tahun 2021 setelah sempat terpukul pandemi Covid-19, permintaan diyakini tetap lemah, terutama dari utilitas.
Setahun berikutnya, konflik antara Rusia dan Ukraina rupanya telah mengakibatkan harga berbagai komoditas melonjak gila-gilaan. Tak hanya minyak, harga uranium pun terpantau naik. Sebagai informasi, Rusia merupakan salah satu produsen utama uranium di dunia. Di tengah sanksi yang dijatuhkan oleh negara Barat, Rusia bahkan memutuskan untuk menghentikan ekspor uranium ke negara-negara lain. Hal itulah yang mengakibatkan harga uranium naik ke 49,90 per dolar AS per pon atau sekitar Rp716 ribuan per pon (kurs 1 dolar AS = Rp14.357,40) per Maret 2022. Jika dibandingkan dengan bulan Februari 2022, harga uranium telah naik hingga 10,89%.
Lalu, bagaimana dengan harga uranium saat ini? Dilansir dari berbagai sumber, harga uranium pada tahun 2023 terpantau mengalami kenaikan. Per awal Januari 2023, harga uranium terpantau 150 dolar AS atau Rp2,2 jutaan per kg. Sementara itu, per medio 2023, dilansir dari Trading Economics, harga uranium berada di kisaran 53,40 dolar AS atau Rp784 ribuan per pon, sedangkan menurut data Investing, harganya 51,5 dolar AS atau Rp757 ribuan per pon.
[1] Bastori, I. dan Moch. D. B. 2017. Analisis Ketersediaan Uranium di Indonesia untuk Kebutuhan PLTN Tipe PWR 1000 MWe. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, Vol. 19(2): 95-102.