Update Info Tarif & Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai alias PPN adalah jenis pajak tidak langsung yang disetorkan oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan penanggung pajak (konsumen akhir). Pada dasarnya, PPN merupakan suatu pajak yang harus dikenakan dalam setiap proses produksi dan distribusi, namun jumlah pajak terutang dibebankan pada konsumen akhir yang menggunakan produk atau jasa tersebut.

Ilustrasi: menghitung besaran pajak (sumber: wsj.com)
Ilustrasi: menghitung besaran pajak (sumber: wsj.com)

Seperti yang Anda ketahui, biasanya saat makan di restoran-restoran mewah atau ketika mengunjungi tempat-tempat hiburan tertentu Anda harus membayar ‘lebih’ dari total barang yang Anda beli karena Anda dikenai tarif PPN sebesar 10% dari jumlah belanjaan Anda. Pajak itulah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai.

Bacaan Lainnya

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) biasanya akan dikenakan pada impor barang kena pajak, penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, serta ekspor barang kena pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor jasa kena pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Berdasarkan peraturan yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7, besaran tarif PPN adalah:

  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10% (sepuluh persen).
  2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
  3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berubah menjadi paling rendah sebesar 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk menyetor dan melaporkan PPN hingga batas akhir waktu pelaporan di akhir . Jika melihat peraturan dalam PMK No. 197/PMK.03/2013, sebuah perusahaan atau pengusaha termasuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila transaksi penjualannya sudah melebihi angka Rp 4,8 miliar dalam setahun. Namun jika Anda sebagai pengusaha ternyata tak mencapai transaksi penjualan hingga Rp 4,8 miliar per tahun, maka Anda bisa langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.

pajak, pertambahan, nilai, PPN, jenis, tidak, langsung, pihak, lain, penanggung, 10%, tarif, cara, menghitung, DPP, jumlah, terutang, mengalikan, bank, kantor, pos, membayar, pengusaha, kena
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (baomoi.com)

Sebagai PKP, maka seorang pengusaha wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang. PPN yang wajib disetorkan oleh PKP terdiri dari Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Masukan adalah PPN yang dipungut saat PKP menjual produknya, sementara itu Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

Lalu bagaimana cara menghitung jumlah PPN terutang. Jumlah PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan DPP. Yang termasuk DPP antara lain harga jual/penggantian, nilai impor, nilai ekspor, dan nilai lain-lain.

Contoh:
PKP ‘X’ pada bulan Februari 2019 menjual tunai kepada PKP ‘Y’ 100 pasang sandal dengan harga masing-masing Rp 100.000 = Rp 10.000.000. PPN terutang yang dipungut oleh PKP ‘X’ adalah 10% x 10.000.000 = Rp 1.000.000. Maka jumlah yang harus dibayar PKP ‘Y’ adalah Rp 11.000.000.

Bagi pengusaha kena pajak, misalnya mereka yang membeli barang yang dikategorikan barang mewah, membayar PPN bisa dilakukan dengan cara mengisi SPT yang merupakan laporan Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Setelah mengisi data-data yang dibutuhkan, Anda bisa membayar PPN ke Kantor Pos dan Giro, atau bisa juga melalui persepsi.

[Update: Dian]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *