Perbedaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Manfaat, Peserta, Iuran)

Anda pasti sudah familiar dan mungkin sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Nah, selain BPJS Kesehatan, ternyata ada juga BPJS Ketenagakerjaan. Sama-sama dilahirkan melalui UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan merupakan program pemerintah yang masuk dalam kesatuan Jaminan Kesehatan (JKN), ternyata dua program ini memiliki beberapa perbedaan.

Apa Itu BPJS Kesehatan?

Ilustrasi: Kartu BPJS Kesehatan (credit: sehatq)
Ilustrasi: Kartu BPJS Kesehatan (credit: sehatq)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial alias BPJS merupakan salah satu badan hukum yang menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menjamin seluruh rakyat Indonesia supaya mendapatkan kebutuhan dasar hidup yang layak. BPJS ini diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi rakyat Indonesia yang sudah menjadi hak dasar manusia.[1]

Bacaan Lainnya

Nah, BPJS ini terdiri dari dua program, salah satunya BPJS Kesehatan. Seperti namanya, BPJS Kesehatan adalah sebuah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Program ini mulai dioperasikan pada tanggal 1 Januari 2014 lalu, yang bertanggung jawab kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama Aparatur Sipil Negara (ASN), penerima pensiun ASN dan TNI/Polri, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya, dan badan usaha lainnya maupun rakyat biasa.

Sesuai Pasal 14 UU BPJS, setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah bekerja di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Setiap perusahaan pun wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS Kesehatan. Sementara, orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan, wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS Kesehatan. Setiap peserta BPJS Kesehatan ini nantinya akan ditarik iuran dengan besaran bervariasi, sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS Kesehatan ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.

Secara umum, pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan berfokus di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau kesehatan primer, seperti di puskesmas.[2] Meski demikian, konsep pelayanan yang diberikan menggunakan sistem rujukan berjenjang, mulai Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK 1) atau disebut juga provider tingkat pertama adalah rujukan pertama yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar, Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Dua (PPK 2) atau disebut juga provider tingkat dua adalah rujukan kedua yang mampu memberikan pelayanan kesehatan spesialistik, dan Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga (PPK 3) atau disebut juga provider tingkat tiga adalah rujukan ketiga yang mampu memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik.[3]

Dilansir dari situs resmi JKN, ada dua kelompok peserta BPJS Kesehatan. Kelompok pertama adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, yakni peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Kelompok kedua adalah peserta bukan PBI, yang terdiri dari pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja dan anggota keluarganya.

Pengertian BPJS Ketenagakerjaan

Ilustrasi: Pelayanan di Kantor BPJS Ketenagakerjaan (credit: Media Indonesia)
Ilustrasi: Pelayanan di Kantor BPJS Ketenagakerjaan (credit: Media Indonesia)

Seperti disinggung di atas, selain BPJS Kesehatan, ada juga BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.[4] Ini merupakan transformasi dari PT Jamsostek (Persero), yang bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, baik formal maupun non-formal.

Memang, salah satu kesejahteraan yang harus diperoleh oleh tenaga kerja adalah perlindungan jaminan sosial yang diberikan pemerintah harus menjamin tenaga kerja pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja.[5] Saat sebelum bekerja, perlindungan yang diberikan mencakup pengaturan lowongan kerja dan penempatan tenaga kerja. Sementara, perlindungan selama bekerja termasuk hak-hak yang diperoleh, sedangkan perlindungan setelah bekerja termasuk kehidupan di hari tua, pensiun, dan tunjangan kematian.

Dalam menjalankan tugasnya, BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan setiap pemberi kerja atau perusahaan untuk mendaftarkan setiap tenaga kerjanya. Selain itu, setiap pemberi kerja wajib memberikan perusahaan alamat, kepemilikan, kepengurusan, dan jenis badan usaha; melaporkan jumlah dan data tenaga kerja; memberikan upah sesuai UMK (upah minimum kota/kabupaten), dan melaporkan setiap perubahan data.[6]

Seperti BPJS Kesehatan, setiap peserta BPJS Ketenagakerjaan juga diwajibkan membayar iuran bulanan. Menurut akun Instagram resmi BPJS Ketenagakerjaan, besaran iuran Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja penerima upah sebesar 5,7% dari upah, terdiri dari 2% dibayarkan pekerja dan 3,7% dibayarkan pemberi kerja. Sementara, besaran iuran JHT bagi pekerja bukan penerima upah sebesar 2% dari upah yang dilaporkan setiap bulan, sedangkan besaran JHT bagi pekerja migran bisa Rp50.000 hingga Rp600.000 per bulan.

Meski sama-sama memberikan jaminan sosial dan mewajibkan peserta untuk membayar iuran bulanan, ternyata BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan memiliki sejumlah perbedaan yang cukup signifikan. Sayangnya, belum semua masyarakat yang mengetahui perbedaan dua program tersebut. Berikut kami sajikan informasi perbedaan antara BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Ilustrasi: Jaminan di Hari Tua (credit: asseco)
Ilustrasi: Jaminan di Hari Tua (credit: asseco)

Perbedaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Kesehatan BPJS Ketenagakerjaan
Transformasi dari PT Asuransi Kesehatan (Askes) (Persero) Transformasi dari PT Jamsostek (Persero)
Memberikan perlindungan kesehatan, yang mencakup pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, dan rawat inap Memberikan perlindungan kesehatan yang mencakup Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Peserta termasuk pekerja penerima upah pemerintah daerah (PPU Pemda), pekerja bukan penerima upah (PBPU), bukan pekerja (BP), dan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBIJK) Peserta termasuk penerima upah (PU), bukan penerima upah (BPU), jasa konstruksi, dan pekerja migran Indonesia
Besaran iuran ditetapkan berdasarkan kelas kepesertaan, yakni Kelas III (Rp42.000), Kelas II (Rp100.000), dan Kelas I (Rp150.000) Besaran iuran ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau gaji yang diterima peserta

Awalnya, jaminan yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan hanya empat. Namun, pada November 2021 kemarin, pemerintah akan menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang efektif berlaku mulai Februari 2022. Program ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang merupakan turunan dari UU No. 11 tahun tentang Cipta Kerja. Bantuan tersebut beragam, bisa berupa uang tunai selama enam bulan, informasi lapangan kerja, hingga pelatihan kerja.

Meski demikian, tidak semua buruh atau pekerja yang bisa memperoleh JKP ini. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2021, sejumlah syarat yang harus dipenuhi antara lain WNI (Warga Negara Indonesia), belum mencapai usia 54 tahun saat melakukan pendaftaran JKP, pekerja/ buruh di perusahaan skala usaha menengah dan besar sudah harus mengikuti empat program jaminan sosial, pekerja/buruh di perusahaan skala usaha kecil dan mikro sudah harus mengikuti tiga program jaminan sosial, terdaftar sebagai penerima upah pada BU Program JKN BPJS Kesehatan, dan upah maksimal sebesar Rp5.000.000.

[1] Solechan. 2019. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai Pelayanan Publik. Administrative Law & Governance Journal Diponegoro, Vol. 2(4): 686-696.

[2] Abidin.2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Cempae Kota Parepare. Jurnal MKMI, Vol. 12(2): 70-75.

[3] J., Novrialdi. 2017. Pelayanan Kesehatan Bagi Pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Siak Tahun 2016. JOM FISIP Universitas Riau, Vol. 4(2).

[4] Ligouw, Astra Michael. 2020. Tanggungjawab Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai Penjaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. Lex Administratum, Vol. VIII(2): 98-108.

[5] Isral, Rahmat Tullah, Muhammad Suryawan Prianto Syahputra. 2021. Media Informasi Tentang Aturan dan Perundangundangan BPJS Ketenagakerjaan Berbasis Multimedia. Academic Journal of Computer Science Research, Vol. 3(1): 42-48.

[6] Ibid.

Pos terkait