Regulasi Perizinan dan Update Biaya Parkir Pesawat Pribadi di Bandara

Banyak konglomerat di Indonesia yang memiliki jet pribadi. Namun, untuk bisa menikmati fasilitas jet pribadi, orang tersebut harus mengikuti regulasi yang ada. Selain proses perizinan yang tidak mudah, pemilik pesawat pribadi juga harus memikirkan biaya perawatannya. Belum lagi, pesawat yang tak mungkin ditempatkan di halaman rumah layaknya motor atau mobil, melainkan harus parkir di bandara dengan biaya tertentu.

Ilustrasi: pemilik pesawat pribadi
Ilustrasi: pemilik pesawat pribadi

Meski diperbolehkan memiliki pesawat secara pribadi, tetapi pemilik tidak diperbolehkan menjadi operator pesawat udara. Sesuai ketentuannya, Anda yang memiliki pesawat pribadi tidak dapat mendaftarkannya atas nama perorangan, tetapi harus mewakili badan hukum atau perusahaan. Ketentuan fisik pesawat pribadi juga harus terbang sesuai standar dengan maintenance perawatan, termasuk suku cadang pesawat lengkap. Untuk itu, pesawat pribadi harus dikelola oleh operator maskapai udara. Dalam pengoperasiannya, sang pemilik seolah-olah menjadi pemberi sewa kepada operator udara.

Bacaan Lainnya

Syarat Perizinan Pesawat Pribadi

Sebelum mendatangkan pesawat pribadi ke Indonesia, Anda harus memperoleh izin resmi dari Kementerian Perhubungan. Permohonan izin tertulis tersebut ditujukan ke Dirjen Perhubungan Udara dengan tembusan Menteri Perhubungan. Di sana, pemilik harus memenuhi persyaratan dalam hal maintenance, keuangan, hingga SDM pengelola pesawat pribadi.

Pemilik harus menjelaskan tujuan penggunaan jet pribadi, apakah untuk keperluan komersial berjadwal dan charter atau non-komersil yang biasanya untuk keperluan bisnis dan keperluan lain yang bersifat pribadi. Hal tersebut telah tercantum dalam Permenhub Nomor KM 25 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.

Meski telah melengkapi semua dokumen dan persyaratan yang ada, Anda tak langsung serta-merta dapat mengoperasikannya, pasalnya Anda bisa ditolak memiliki pesawat pribadi. Surat resmi penolakan maupun pemberian izin diberikan oleh Dirjen Perhubungan Udara dalam jangka waktu 60 hari (tiga bulan) sejak permohonan diterima secara lengkap.

Jika Anda memperoleh izin, maka keluarlah Operation Certificate sebagai bukti pesawat tersebut bisa dioperasikan agar tak saling tindih. Untuk pesawat pribadi, terdapat dua sertifikat, di antaranya AOC 135 dan AOC 91. Kemudian, pesawat tersebut harus mengurus izin dengan pihak operator bandara tempat pesawat tersebut akan beroperasi atau parkir.

Anda tak mungkin mengelak bahwa permasalahan penting yang perlu dipikirkan jika seseorang memiliki pesawat pribadi yakni biaya parkirnya. Pasalnya, pesawat Anda tentu tidak mungkin diparkir di depan rumah. Bahkan, pesawat juga harus membayar ketika melewati udara suatu negara. Pelataran parkir pesawat sendiri berlokasi di sekitar gedung terminal yang juga merupakan landasan parkir pesawat pada saat menaikkan atau menurunkan penumpang, bagasi, dan kargo, atau keperluan lainnya, yang dikenal dengan istilah loading apron atau apron (Ramp).[1]

Menurut beberapa sumber di internet, biaya parkir pesawat telah diatur lebih rinci oleh Kementerian Perhubungan, tergantung berat pesawat dan perubahan regulasi setiap waktu. Selain biaya parkir, Anda juga harus menyiapkan biaya take off dan landing pesawat yang diukur dari berat pesawat, apakah itu kosong atau penuh saat landing, juga take off. Fee layanan di bandara yang harus dibayar oleh perusahaan penyedia jasa penerbangan meliputi pendaratan pesawat, parkir pesawat di apron, garbarata, dan check-in penumpang. Biaya tersebut cenderung terus mengalami kenaikan, setidaknya dua tahun sekali, mengikuti inflasi. Nah, bagi Anda yang penasaran, berikut referensi biaya parkir pesawat pribadi di bandara.

Parkir pesawat pribadi di bandara (sumber: gq-magazine)
Parkir pesawat pribadi di bandara (sumber: gq-magazine)

Biaya Parkir Pesawat Pribadi di Bandara

Nama Bandara Tarif per Ton Tarif Tambahan per Ton per Jam
Yogyakarta Rp1.362 Rp11.299
I Gusti Ngurah Rai Rp1.536 Rp9.102
Juanda Rp1.463 Rp8.631
Sultan Hasanuddin Rp1.463 Rp8.631
Sam Ratulangi Rp1.288 Rp7.846
Ahmad Yani Rp956 Rp5.021
Adi Soemarmo Rp1.013 Rp5.021
Lombok Rp903 Rp5.021

Informasi biaya parkir pesawat pribadi di atas kami rangkum dari situs resmi PT Angkasa Pura I. Perlu diingat, tarif pelayanan jasa penempatan tambahan (parking surcharge) dikenakan kepada pesawat udara yang ditempatkan di parking stand aktif melebihi waktu 1 jam. Tarif tambahan tersebut dihitung setiap jam setelah 1 jam pertama.

Sebagai perbandingan, Bandara Halim Perdanakusuma tahun lalu mematok tarif parkir sekitar Rp85 ribu hingga Rp90 ribu per hari, yang berlaku untuk pesawat pribadi maupun pesawat komersial yang diparkir.  Namun, besaran tarif parkir itu belum termasuk dengan biaya operasional lainnya seperti biaya landing dan air navigasi. Biaya landing ditentukan oleh bobot pesawat. Semakin berat pesawat, maka diperkirakan semakin mahal biayanya.

Untuk biaya navigasi udara diukur, dengan jarak jauh dekatnya. Di Bandara Halim Perdanakusuma, ada sekitar 33 slot untuk parkir pesawat, termasuk parkir untuk pesawat pribadi dan komersial. Menurut di sekitar bandara, ada sejumlah pengusaha yang memarkir jetnya di Halim, antara lain, Jusuf Kalla (JK), Erwin Aksa, Aburizal Bakrie, Tahir, dan lainnya,

Namun, sejak 24 Januari 2022, layanan pesawat jet pribadi yang sebelumnya dioperasikan di Bandara Halim Perdanakusuma dipindahkan ke Bandara Soekarno-Hatta. Hal tersebut lantaran adanya proses revitalisasi meliputi penyehatan landas pacu (runway) dan landas hubung (taxiway), peningkatan kapasitas landas parkir pesawat udara, bangunan operasi, perbaikan sistem di dalam pangkalan udara/bandar udara, dan penataan fasilitas lainnya.

Tak jauh berbeda dengan Bandara Halim Perdanakusuma, Bandara Depati Parbo Kerinci juga baru selesai direnovasi pada April 2022 lalu. Perbaikan tersebut meliputi pengurukan tanah di daerah parkir dan take away. Namun kabarnya, pihak pengelola akan mengusulkan kembali pembangunan fasilitas pendukung pada 2023.

[1] Widardi, Suwarno. 2001. Tata Operasi Darat. Jakarta: Grasindo, hlm 51.

Pos terkait