Harga Sandal Teklek Kayu Lebih Murah dari Sandal Karet

DI tengah banyaknya macam sandal dewasa, baik dari segi bentuk dan warna, sandal gapyak masih memiliki peminat tersendiri. Sandal yang terbuat dari kayu dan ban dalam sepeda onthel tersebut, nyatanya tetap laku dan dilirik banyak orang.

Salah satunya yang masih mempertahankan adalah Jawadi, 50. Ia dikenal sebagai perajin sekaligus penjual sandal teklek.

Bacaan Lainnya

Jawadi sering memamerkan dagangan sandal tekleknya di Pasar Muntilan. Ia berada di salah satu sudut Pasar Muntilan. Seringkali, ia terlihat menggenggam palu kecil di kanannya. Sementara tangan kirinya memegang sepasang kayu dengan model sandal, berikut karet dari ban dalam yang telah terpasang.

Jawadi merupakan perajin sekaligus penjual sandal teklek asli Desa Jatimulyo, Kecamatan Dinglo, Kabupaten Bantul, Jogjakarta. Pria ini rutin menggelar dagangannya di salah satu sudut di sisi tengah Pasar Muntilan.

Sejak 1978, Jawadi sudah menekuni usaha sandal tradisional tersebut. Bakatnya diperoleh dari sang ayah, Ngabit, 80. “Saya sudah niat ingsun mau membuat sandal teklek dan menekuni usaha ini sampai sekarang,” ungkap Jawadi, ditemui koran ini, beberapa waktu lalu.

Bapak satu anak ini melanjutkan, sejak dulu saat ia berumur 35 tahun, jumlah peminat sandal teklek tidak berkurang. Ia mengaku jumlahnya tetap stabil.

Ia yakin, sandal itu mampu memberikan penghasilan dan menghidupi keluarganya. Selain itu, ia berharap sejahtera dari sandal buatan tangannya.

“Saya masih ingat, dulu pertama kali menjual sandal teklek ini. Saya berusaha menjajakan ke daerah di luar Jogjakarta. Saya naik kereta api sambil membawa kayu dasaran sandal menuju kota- kota sekitar Jogjakarta. Termasuk Magelang,” jelas suami Ponirah, 50 itu.

sandal-teklek

Jawadi memilih keluar dari Jogjakarta dalam menjual sandal produksinya. Karena di daerah asalnya banyak saingan. Tidak ingin putus rezeki, Jawadi memilih Magelang menjadi daerah pemasaran. Meski jauh dari keluarga dan jarang pulang, karena mengontrak rumah di Magelang, Jawadi mengaku bertahan.

Di Magelang, ada beberapa pasar tradisional yang rutin didatangi sembari berjualan sandal. Antara lain, Pasar Kaliangkrik, Pasar Salaman, Pasar Borobudur, Pasar Talun, Pasar Muntilan, dan Pasar Rejowinangun di Kota Magelang.

“Lakunya lumayan. Rata-rata 20 per hari. Kalau pas ramai ya sampai 50 pasang,” ungkapnya. Disebutkan Jawadi, sandal teklek buatannya terbuat dari kayu Kluwih dan Weru. Kayu tersebut diperoleh dari daerah asal, sekitar Dlingo Bantul. Dari rumahnya, Jawadi membentuk dasaran sandal terlebih dahulu dengan berbagai ukuran. Baru kayu yang berbentuk sandal itu dibawanya ke Magelang menggunakan karung.

Untuk karet ban dalam, Jawadi membeli dari bengkel sepeda yang ditemuinya di pasar. Karena bekas, ia sering mendapat harga lebih miring dari pemilik bengkel.

“Saya bawa kayu naik bus. Biasanya langsung ke pasar tujuan. Di sana, saya baru pasang karet, baik sesuai pesanan pembeli maupun untuk stok,” urainya. Dari segi harga, sandal teklek buatan Jawadi terbilang terjangkau dan mampu dibeli kalangan menengah ke bawah. Ia mematok harga Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu per pasang sandal. “Harga ini termasuk murah, sandalnya juga awet,” tuturnya.

Salah satu peminat sandal teklek, Yanto, 27 mengaku, berniat membeli Sandal, begitu melihat Jawadi membuka lapak dagangan. Ia suka memakai sandal teklek, karena unik, awet, dan harganya terjangkau.

“Jarang ada yang memakai sandal teklek. Padahal sandalnya nyaman seperti sandal dari karet. Malah lebih awet ini. Sudah beberapa kali, saya membeli sandal teklek seperti ini,” katanya. (*/hes/nn/radarjogja)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *